Smarter Indonesia

Pengikatan oksigen
Senyawa yang terbentuk ketika adanya reaksi dengan oksigen disebut dengan oksida, maka nama reaksi tersebut adalah oksidasi. Salah satu contoh dari reaksi ini adalah karat pada besi. Reaksinya adalah besi berikatan dengan oksigen membentuk besi oksida. Pada reaksi ini besi mengalami oksidasi dengan cara mengikat oksigen menjadi oksida.

4Fe(s) + 3O2(g) ➝ 2Fe2O3(s)


Kebalikan dari reaksi oksidasi adalah reduksi. Di mana pada reaksi reduksi terjadi pelepasan oksigen. Contoh reaksinya: besi oksida dapat direduksi dengan gas hidrogen menghasilkan besi dan air.

Fe2O3(s) + 3H2(g) ➝ 2Fe(s) + 3H2O(l)


Contoh reaksi-reaksi yang lain:

C(s) + O2(g) ➝ CO2(g) Oksidasi

2SO2(g) + O2(g) ➝ 2SO3(g) Oksidasi

CO(g) + H2(g) ➝ C(s) + H2O(g) Reduksi


Pelepasan dan pengikatan elektron
Konsep redoks yang melibatkan elektron berkembang setelah diketahui adanya elektron dalam reaksi pembentukan senyawa. Dalam konsep redoks, peristiwa pelepasan elektron dinamakan oksidasi. Peristiwa penerimaan elektron dinamakan reduksi. Contohnya pada pembentuk garam NaCl:

2Na(s) + Cl2(g) ➝ 2NaCl(s) [Na+ + Cl-]

Di reaksi ini, kita bisa lihat atom Na melepaskan elektronnya membentuk ion Na+ yang berarti mengalami oksidasi. Cl menerima elektron membentuk ion Cl- yang berarti mengalami reduksi.

Bagaimana dengan peristiwa pengkaratan besi yang sebelumnya? Perisitwa ini bisa dijelaskan sebagai berikut:

Fe ➝ Fe3+ + 3e- Oksidasi

O2 + 4e- ➝ 2O2- Reduksi

Untuk mendapatkan reaksi penuhnya kita harus menyetarakan jumlah elektron sehingga reaksi ini menjadi seperti ini:

4Fe ➝ 4Fe3+ + 12e- Oksidasi

3O2 + 12e- ➝ 6O2- Reduksi

Karena jumlah elektron di kedua ruas sudah sama, maka bisa dihilangkan menjadi persamaan reaksi yang seluruhnya:

4Fe + 3O2 ➝ 4Fe3+ + 6O2-

4Fe + 3O2 ➝ 2Fe2O3


Reduktor dan oksidator
Dalam reaksi redoks, pereaksi yang dapat mengoksidasi zat lain disebut oksidator. Sebaliknya, zat yang mereduksi zat lain disebut reduktor.
Jika kita lihat contoh NaCl di atas, Na adalah reduktor karena mereduksi Cl dan Cl adalah oksidator karena mengoksidasi Na.

Manakah yang merupakan oksidator dan reduktor pada reaksi tembaga dengan oksigen membentuk tembaga oksida:

2Cu(s) + O2(g) ➝ 2CuO(s)

Jika kita pisahkan reaksi ini ke masing-masing atomnya yang berekasi:

2Cu ➝ 2Cu2+ + 4e- Oksidasi

O2 + 4e- ➝ 2O2- Reduksi

Maka Cu di sini adalah reduktor karena mereduksi oksigen tetapi reaksi Cu sendiri adalah oksidasi. O adalah oksidator karena mengoksidasi Cu tetapi reaksinya sendiri adalah reduksi.

Kesimpulannya: zat oksidator adalah zat yang tereduksi dan sebaliknya zat reduktor adalah zat yang teroksidasi.

Konsep redoks tidak berhenti sampai pada transfer elektron, konsep redoks berkembang dengan munculnya reaksi-reaksi yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep elektron ataupun pengikatan oksigen. Permasalahan ini hanya dapat dijelaskan dengan konsep bilangan oksidasi atau biasa disingkat biloks.

Bilangan oksidasi dan penentuannya
Bilangan oksidasi adalah suatu bilangan yang menyatakan nilai valensi atom, nilai ini bisa positif ataupun negatif. Cara menentukan biloks atom dalam suatu unsur atau senyawa mengikuti aturan sebagai berikut:

a. Dalam bentuk unsur atau molekul unsurnya bilangan oksidasi = 0. Contohnya pada unsur Na, biloks Na = 0. Pada molekul oksigen O2, biloks O = 0

b. Dalam senyawa ion, bilangan oksidasi atom-atomnya = muatan kation dan anionnya. Contohnya pada NaCl, Na memilki muatan +1 dan Cl muatan -1. Maka biloks Na adalah +1 dan biloks Cl adalah -1.

c. Bilangan oksidasi atom-atom lain dalam suatu senyawa ditentukan menurut aturan berikut:
  • Biloks atom golongan 1A adalah +1, biloks atom golongan 2A adalah +2.
  • Biloks atom-atom unsur halogen pada senyawa biner adalah -1. Pada senyata poliatom bergantung pada senyawanya.
  • Biloks oksigen dalam senyawa adalah -2 kecuali pada peroksida H2O2 adalah -1. dan pada superoksida seperti Na2O dan K2O adalah -½.
  • Biloks atom hidrogen adalah +1 kecuali pada senyawa hidrida seperti NaH adalah -1.

d. Jumlah total biloks pada senyawa netral adalah 0, jumlah senyawa biloks pada ion sesuai dengan muatan ionnya.
Contoh nya pada air H2O, totalnya adalah 0. Biloksnya sendiri ada 2H yang masing-masing +1 dan O memiliki biloks -2.
Contoh lainnya pada ion karbonat CO32- total senyawa biloksnya adalah -2. Biloks atomnya sendiri bisa dihitung dengan menggunakan aturan sebelumnya. O bernilai -2, karna ada 3O jadi -6. Sisanya adalah biloks C – 6 = -2. Maka biloks C adalah 4.


Pada atom-atom di luar aturan ini biloksnya bisa bermacam-macam tergantung dengan senyawanya. Contohnya biloks nitrogen pada senyawa NO2 dan ion NH4+.
Pada NO2 terdapat 2O yang masing-masing bernilai -2 sehingga memberikan total -4. Karena senyawa ini netral (total biloks = 0), maka biloks N adalah +4.
Pada ion NH4+ terdapat 4H yang masing-masing bernilai +1 sehingga totalnya +4. Total biloks pada senyawa ini adalah +1 sehingga untuk memenuhi hal ini maka biloks N adalah -3.

Bagaimana dengan biloks pada senyawa poliatom seperti besi sulfat FeSO4?
Dari aturan di atas, kita tahu bahwa O memiliki biloks -2. Bagaimana dengan atom Fe dan S yang tidak memiliki biloks tetap?
Untuk senyawa inorganik seperti ini, kita bisa menentukan biloks dengan memisahkan senyawa ini menjadi kation dan anion penyusunnya. FeSO4 terdiri dari kation Fe2+ dan anion SO42-. Dari sini, kita sudah mengetahui bahwa Fe memiliki biloks +2.
Untuk menentukan biloks S, kita bisa lihat bahwa anion SO42- memiliki total muatan -2 dan muatan O masing-masing -2 sehingga memiliki total -8. Sisanya untuk mencapai total -2, maka biloks S adalah +6.

Reaksi redoks dan biloks
Perhatikan reaksi berikut ini:

2SO2(g) + O2(g) ➝ 2SO3(g)

Jika dilihat dari konsep pengikatan oksigen maka reaksi ini termasuk reaksi oksidasi. Jika dilihat dari konsep transfer elektron maka kita pasti bingung. Untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini kita melihat reaksi dari biloksnya. Dalam konsep biloks, jika atom memiliki kenaikan biloks maka dinyatakan bahwa atom tersebut mengalami oksidasi. Sebaliknya jika biloksnya menurun maka dinyatakan bahwa atom tersebut mengalami reduksi.

Coba kita lihat reaksi tadi yang di atas. Untuk menerapkan konsep biloks, kita harus menuliskan semua biloks dari unsur-unsur yang terlibat dalam reaksi.
SO2 memiliki total biloks 0 karena senyawa netral, biloksnya O = -2 berdasarkan aturan, maka biloks S di sini adalah +4.
Biloks O pada O2 adalah 0 karena merupakan molekul unsur.
SO3 memiliki total biloks 0 karena netral, biloks O adalah -2 maka biloks S adalah +6.

Dari sini kita bisa lihat bahwa S memiliki kenaikan biloks dari +4 menjadi +6, yang berarti unsur belerang ini mengalami oksidasi. Atom O mengalami penurunan biloks dari 0 menjadi -2 yang berarti atom oksigen mengalami reduksi.

Adapula reaksi yang disebut reaksi swaredoks atau disproporsionasi yaitu reaksi yang mengalami oksidasi dan juga reduksi pada pereaksinya. Contohnya pada reaksi berikut:

2H2O2 ➝ 2H2O + O2

Pada peroksida H2O2 biloks O mengikuti aturan khusus yaitu -1 sedangkan biloks H tetap +1. Di bagian produk reaksi, biloks O pada air H2O adalah -2 dan pada molekul unsurnya O2 adalah 0. Maka atom O di sini mengalami penurunan dan kenaikan biloks secara bersamaan. Reaksi seperti inilah yang disebut dengan swaredoks.

Tata nama senyawa dan biloks
Untuk kation-kation logam yang bisa memiliki dua jenis muatan yang juga merupakan dua macam biloks, tata namanya memiliki angka romawi yang menyatakan hal tersebut.

Contohnya pada SnCl2 dan SnCl4 keduanya memiliki unsur Sn yang sama tetapi yang membedakan adalah harga biloks pada timah Sn.
Pada SnCl2 biloks Sn adalah +2 sedangkan pada SnCl4 adalah +4.
Maka penulisannya adalah dengan angka romawi dalam kurung seperti ini: Timah(II) klorida dan Timah(IV) klorida.

Reaksi redoks tidaklah berbeda dengan reaksi-reaksi kimia yang lain, hanya saja pada redoks terjadi perubahan bilangan oksidasi karena perubahan muatan. Perubahan muatan ini disebabkan oleh transfer elektron. Jika hal ini dimanfaatkan, kita bisa membuat aliran listrik yang tidak lain adalah aliran elektron.

Sel volta komersial
Sel volta adalah sumber energi listrik yang siap dipakai tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran sesuai kegunaannya. Sel volta terdiri dari 2 elektrode: anode dan katode yang merupakan tempat terjadinya redoks. Kedua elektrode ini diletakkan dalam medium kimia tertentu yang berfungsi untuk mengalirkan elektron. Jenis baterai atau sel volta pada umumnya ada: Baterai seng-karbon, merkuri, litium, dan nikel-kadmium.

Baterai seng-karbon
Baterai seng-karbon adalah baterai generasi pertama yang dikomersilkan. Baterai ini terdiri dari seng sebagai anode dan grafit/karbon sebagai katode. Zat elektrolit atau medium penghantar elektronnya adalah campuran MnO2, NH4Cl, dan serbuk karbon yang berbentuk pasta. Potensial sel ini adalah 1,5V. Reaksi redoks yang terjadi jika disederhanakan adalah seperti ini:

Anode: Zn(s) ➝ Zn2+(aq) + 2e-

Katode: 2MnO2(s) + 2NH4+(aq) + 2e- ➝ Mn2O3(s) + 2NH3(aq) + H2O(l)


Baterai merkuri
Sel volta berikutnya adalah baterai merkuri yang biasa berbentuk lempengan seperti baterai jam. Baterai ini sudah dilarang pemakaiannya karena bahaya logam berat dari merkuri. Baterai ini memiliki seng sebagai anode dan merkuri(II) oksida sebagai katode. Ruang diantara 2 elektrode ini diisi dengan elektrolit yang terbuat dari kalium hidroksida. Potensial sel ini adalah 1,35V. Reaksi redoksnya:

Anode: Zn(s) + 2OH-(aq) ➝ ZnO(s) + H2O(l) + 2e-

Katode: HgO(s) + H2O(l) + 2e- ➝ Hg(l) + 2OH-(aq)


Baterai litium
Baterai litium adalah baterai yang bisa diisi ulang dan sering dipakai untuk baterai handphone sekarang ini. Baterai ini memakai litium sebagai anode dan senyawa kompleks iodin sebagai katode. Kedua elektrode ini dipisahkan oleh elektrolit litium iodida. Potensial sel ini adalah 3,6V. Reaksi redoks yang disederhanakan adalah seperti ini:

Anode: 2Li(s) ➝ 2Li+(aq) + 2e-

Katode: 3I2(s) + 2e- ➝ 2I3-(aq)


Baterai nikel-kadmium
Selain baterai litium, ada satu jenis baterai lagi yang bisa diisi ulang yaitu baterai nikel-kadmium biasa disingkat nicad. Baterai ini terdiri dari kadmium sebagai anode, nikel oksida sebagai katode, dan elektrolitnya kalium hidroksida. Reaksi redoksnya:

Anode: Cd(s) + 2OH-(aq) ➝ CdOH2(s) + 2e-

Katode: 2NiO2(s) + 2H2O(l) + 2e- ➝ 2Ni(OH)2(s) + 2OH-(aq)



Sel accumulator
Sel volta selain baterai adalah sel accumulator atau biasa disebut aki. Sel ini berbahan dasar timbal, anodenya adalah logam timbal dan katodenya adalah timbal oksida. Kedua elektrode ini dicelupakan ke dalam larutan asam sulfat 10%. Reaksi yang terjadi saat aki dipakai adalah:

Anode: Pb(s) + HSO4-(aq) ➝ PbSO4(s) + H+(aq) + 2e-

Katode: PbO2(s) + 3H+(aq) + HSO4-(aq) + 2e- ➝ PbSO4(s) + 2H2O(l)

Potensial dari sel ini adalah 2V. Untuk mencapai 6V, diperlukan 3 sel yang disusun secara seri.

Jika aki telah dipakai, aki bisa diisi ulang dengan arus listrik searah. Reaksi ini adalah kebalikan dari reaksi pemakaian. Reaksinya adalah:

2PbSO4(s) + 2H2O(l) ➝ Pb(s) + PbO2(s) + 2H2SO4(aq)

Selama proses isi ulang ini sejumlah air dalam aki bisa terurai menjadi hidrogen dan oksigen sehingga aki bisa kekurangan air. Oleh karena itu, aki yang sering dipakai dan diisi ulang, cairan elektrolitnya perlu diganti dengan yang baru.