Smarter Indonesia

Temperatur dalam kehidupan sehari-hari adalah ukuran dari panas dinginnya suatu benda. Di dalam fisika, temperatur adalah pengukuran dari energi internal yang dimiliki suatu benda.

Pengukuran Temperatur
Jika terdapat dua benda berada dalam kesetimbangan termal dengan benda ketiga, maka kedua benda ini berada dalam kesetimbangan termal. Hukum ini dikenal sebagai hukum ke nol termodinamika. Kesetimbangan termal artinya benda tersebut memiliki temperatur yang sama. Pengukurang temperatur dapat dilakukan dengan alat yang disebut termometer.

Benda apapun yang memiliki sifat berubah terhadap perubahan temperatur dapat digunakan sebagai termometer. Sifat semacam ini dikenal dengan sifat termometrik. Senyawa yang memiliki sifat ini disebut senyawa termometrik.

Zat cair yang sering digunakan sebagai termometer adalah air raksa. Air raksa ini digunakan karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan zat cair lain, antara lain yaitu:
  • Dapat menyerap panas suatu benda yang akan diukur sehingga temperatur air raksa sama dengan benda yang diukur.
  • Air raksa memiliki titik beku yang cukup rendah yaitu -39 °C dan titik didih yang cukup tinggi yaitu 357 °C.
  • Memiliki kohesi yang tinggi sehingga tidak membasahi dinding tabung membuat pengukuran akurat.
  • Pemuaian air raksa teratur.

Selain air raksa, alkohol juga biasa digunakan untuk termometer. Keunggulan alkohol adalah titik beku yang rendah pada suhu -144 °C, namun titik didihnya rendah, yaitu 78 °C.

Skala Termometer
Skala termometer yang umum digunakan ada 4, yaitu Celsius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Keempat skala ini memiliki perbedaan dalam pengaturan suhunya.
  • Celsius: Memiliki titik beku air pada 0 °C dan titik didih pada 100 °C. Rentang temperatur dari 0 °C-100 °C terbagi dalam 100 skala.
  • Reamur: Memiliki titik beku air pada 0 °R dan titik didih pada 80 °R. Rentang temperatur dari 0 °R-80 °R terbagi dalam 80 skala.
  • Fahrenheit: Memiliki titik beku air pada 32 °F dan titik didih pada 212 °F. Rentang temperatur dari 32 °F-212 °F terbagi dalam 180 skala.
  • Kelvin: Memiliki titik beku air pada 273,15 K dan titik didih pada 373,15 K. Rentang temperatur dari 273,15 K-373,15 K terbagi dalam 100 skala.

Perubahan dari satu skala ke skala lainnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Konversi

Pemuaian terjadi ketika benda dipanaskan. Pemuaian bisa berupa 3 jenis: pemuaian panjang, luas, ataupun volume.

Pemuaian Panjang
Jika benda dipanaskan, kemungkinan besar benda tersebut akan memuai. Sebuah benda yang memiliki panjang awal Lo pada temperatur T akan memuai sebesar ΔL jika temperatur dinaikkan sebesar ΔT. Hal ini dirumuskan sebagai berikut:
Pemuaian panjang
α adalah koefisien muai panjang:
Pemuaian panjang
α memiliki satuan kebalikan dari temperatur (1/°C atau 1/K). Alpha ini bergantung pada jenis zat tersebut. Beberapa koefisien muai α ditunjukkan pada tabel berikut:

Bahan zat α (1/K)
Aluminium 24 × 10-6
Kuningan 19 × 10-6
Grafit 7,9 × 10-6
Tembaga 17 × 10-6
Invar 1 × 10-6
Baja 11 × 10-6

Contoh soal
Sebuah aluminium memiliki panjang awal 1,5m. Berapakah pertambahan panjang jika aluminium ini dipanaskan dari suhu 20 °C sampai 40 °C.

Diketahui: α = 24 x 10-6, Lo = 1,5 m, dan ΔT = 40-20 = 20 °C
Pemuaian panjang

Pemuaian Luas
Seperti halnya pemuaian panjang, jika benda dipanaskan, luas benda tersebut juga akan memuai. Rumus untuk pemuaian luas ini mirip dengan pemuaian panjang.
Pemuaian luas
β adalah koefisien muai luas:
Pemuaian luas
Jika kita andaikan persegi dengan panjang Lo memuai maka panjangnya menjadi Lo+ΔL. Luas persegi sebelum memuai adalah Lo2 dan setelah pemuaian adalah (Lo+ΔL)2. Maka perubahan area persegi adalah:
Pemuaian luas
Dari perumusan koefisien luas β diperoleh:
Pemuaian luas
Perubahan panjang biasanya sangat kecil sehingga ΔL2 bisa diabaikan. Maka persamaan ini menjadi:
Pemuaian luas
Maka dengan melihat persamaan koefisien α, kita bisa simpulkan:
Pemuaian luas

Contoh soal
Sebuah persegi tembaga dengan luas 150 m2 dipanaskan dari temperatur 25 °C sampai 50 °C. Berapakah perubahan luasnya jika α = 17 x 10-6/K ?

Diketahui: α = 17 x 10-6, Ao = 150 m2, dan ΔT = 50-25 = 25 °C
Pemuaian luas

Pemuaian Volume
Seperti pembahasan sebelumnya, jika benda memiliki volume maka volume ini akan memuai jika benda ini dipanaskan. Perumusan untuk volume juga sangat mirip dengan sebelumnya:
Pemuaian volume
dengan γ koefisien volume:
Pemuaian volume
γ memiliki hubungan dengan α dan β sebagai berikut:
Pemuaian volume

Jika kita memiliki dua cairan dengan temperatur yang berbeda dan mencampurkannya ke dalam suatu wadah, pada akhirnya kedua cairan ini akan mencapai temperatur yang sama. Besarnya temperatur akhir ini akan berada di antara temperatur awal kedua cairan tersebut. Dalam gejala ini, kalor berpindah dari cairan bertemperatur tinggi ke cairan dengan temperatur rendah hingga mencapai temperatur setimbang.

Kalor dapat didefinisikan sebagai proses transfer energi dari suatu zat ke zat lain diikuti dengan perubahan temperatur. Kalor memiliki satuan SI Joule (J). Satuan lain dari kalor adalah kalori. Hubungan antara joule dan kalori adalah 1 kalori = 4,184 Joule.

1. Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor
Jika ada dua bola yang terbuat dari aluminium dan tembaga dengan temperatur awal yang sama dicelupkan ke dalam air mendidih, setelah beberapa menit bola tersebut akan memiliki kenaikan temperatur yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap benda memiliki nilai kalor jenis yang berbeda-beda untuk setiap benda. Kalor jenis didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur zat sebesar 1 K untuk 1 kg zat tersebut. Kalor jenis menunjukkan kemampuan benda untuk menyerap kalor. Semakin besar nilai kalor jenis semakin besar kemampuan benda tersebut untuk menyerap kalor. Secara matematis kalor jenis dirumuskan:
Kalor jenis dan kapasitas kalor
dengan c = kalor jenis zat (J/kg), Q = kalor (J), m = massa zat (kg), ΔT = perubahan temperatur (K)

Untuk suatu benda, faktor massa dan kalor jenis dapat dipandang sebagai satu kesatuan sehingga muncul konsep kapasitas kalor.
Kalor jenis dan kapasitas kalor
dengan C = kapasitas kalor (J/K)

Maka besar kalor suatu zat dapat dihitung dengan:
Kalor jenis dan kapasitas kalor

Contoh soal
200 gram air yang memiliki temperatur awal 25 °C dipanaskan dengan energi kalor sebesar 4200 J. Jika kalor jenis air 4200 J/kg °C tentukanlah temperatur air setelah pemanasan.

Diketahui: m = 200 g = 0,2 kg. To = 25 °C. cair = 4200 J/kg °C. Q = 4200 J

Kita bisa menghitung perubahan temperatur dengan rumus:
Kalor jenis dan kapasitas kalor
Maka temperatur akhir bisa dihitung dengan:
Kalor jenis dan kapasitas kalor

2. Perubahan Wujud Zat
Setiap zat memiliki temperatur tertentu untuk zat tersebut berubah wujud. Suatu zat dapat berubah menjadi tiga jenis wujud: cair, padat, dan gas. Perubahan zat ini selalu diikuti dengan penyerapan atau pelepasan kalor.

Kalor penguapan dan pengembunan
Kalor penguapan adalah kalor yang dibutuh oleh suatu zat untuk berubah wujud dari cair menjadi gas. Sebaliknya kalor pengembunan adalah kalor yang dilepaskan suatu zat saat berubah wujud dari gas menjadi cair. Besarnya kalor yang diserap saat menguap sama dengan besarnya kalor yang dilepaskan saat terjadi pengembunan pada satu jenis zat yang sama. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut:
Kalor laten
dengan Q = kalor yang dilepas atau diserap (J). m = massa zat (kg), L = kalor laten pengembunan atau penguapan (J/kg)

Kalor peleburan dan pembekuan
Kalor peleburan adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu zat untuk meleleh dari zat padat menjadi zat cair. Sebaliknya kalor pembekuan adalah kalor yang dilepaskan suatu zat saat membeku dari cair menjadi padat. Besarnya kalor yang diserap saat melebur sama dengan besarnya kalor yang dilepaskan saat membeku pada satu jenis zat yang sama. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut:
Kalor laten
dengan Q = kalor yang dilepas atau diserap (J). m = massa zat (kg), L = kalor laten peleburan atau pembekuan (J/kg)

Contoh soal
Berapakah kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air 2 kg pada suhu 100 °C jika kalor laten penguapan air diketahui 2200 kJ/kg?

Diketahui: m = 2kg, L = 2200 kJ/kg = 2.200.000 J/kg

Maka kalor yang dibutuhkan:
Kalor laten

3. Kalor Laten dan Perubahan Wujud
Sebuah benda dapat berubah wujud ketika menerima atau melepas kalor. Contohnya, ketika es dipanaskan saat suhu mencapai 0 °C, es akan mencair menjadi air. Proses ini disebut melebur. Proses sebaliknya disebut pembekuan ketika air melepaskan kalor menjadi es.

Jika air dipanaskan mencapai suhu 100 °C air akan mendidih dan air akan menguap. Proses sebaliknya disebut mengembun ketika zat gas melepaskan kalor berubaha menjadi wujud cair.

Ketika zat berubah wujud, temperatur tidak naik ataupun turun tetapi tetap ada transfer kalor. Kalor yang dibutuhkan untuk berubah wujud disebut dengan kalor laten. Proses ini tidak mengubah suhu zat dikarenakan kalor yang diserap digunakan untuk melawan gaya ikat antar molekul zat tersebut. Ketika ikatan antar molekul ini terlepas, zat padat menjadi cair, zat cair dapat menjadi gas. Setelah proses ini selesai, temperatur akan berubah sesuai dengan banyaknya kalor yang diterima.

Proses perubahan wujud zat dapat digambarkan sebagai berikut:
Grafik Kalor
Dari titik A ke B, suhu es meningkat dari -10 °C menjadi 0 °C. Kalor yang digunakan pada proses ini sesuai dengan persamaan:
Grafik kalor
Dari titik B ke C terjadi proses peleburan es menjadi air. Pada proses ini kalor yang digunakan adalah kalor laten yang sesuai persamaan:
Grafik kalor
Dari titik C ke D terjadi proses kenaikan suhu air sampai mencapai titik didih air 100 °C. Proses ini sesuai dengan persamaan:
Grafik kalor
Dari titik D ke E terjadi proses penguapan air menjadi uap air. Pada proses ini kalor yang digunakan adalah kalor laten yang sesuai persamaan:
Grafik kalor

4. Asas Black
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang berpindah dari benda dengan temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Energi adalah sesuatu yang selalu kekal. Maka dalam kalor, kalor yang dilepaskan benda dengan temperatur tinggi selalu sama dengan kalor yang diterima benda dengan temperatur yang lebih rendah. Asas ini dikenal dengan Asas Black.
Asas Black
Untuk lebih jelasnya, kita lihat contoh soal berikut ini:
Sebuah balok besi panas 10 g dengan temperatur 75 °C dicelupkan ke dalam 100 g air dingin yang memiliki temperatur 10 °C. Berapakah temperatur akhir kedua benda tersebut?
Diketahui cbesi = 450 J/kg °C dan cair = 4200 kJ/kg °C

Kita bisa menghitung temperatur akhir ini dengan asas black:
Asas Black

Kalor pada sebuah benda berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Perpindahan kalor ini bisa terjadi dalam tiga cara: konduksi, konveksi, dan radiasi.

Perpindahan Kalor Secara Konduksi
Jika sebuah besi kita panaskan pada satu ujung, ujung yang lainnya juga akan menjadi panas. Hal ini karena atom-atom di dalam besi tersebut akan bergetar dengan sangat kuat. Dengan pergetaran ini, atom-atom ini memindahkan energi ke atom-atom di sebelahnya yang ditumbuknya. Proses ini terjadi terus-menerus sehingga energi yang berupa kalor ini pindah dari satu ujung ke ujung lainnya. Perpindahan kalor yang tidak diikuti dengan perpindahan massa ini disebut dengan konduksi.

Konduksi ini memiliki hubungan:
Perpindahan Kalor
dengan: H = jumlah kalor yang merambat pada batang per satuan waktu per satuan luas, K = koefisien konduksi termal, A = luas penampang batang logam, T1 = ujung logam yang bersuhu tinggi, T2 = ujung logam yang bersuhu rendah, L = panjang batang.

Contoh konduksi dalam kehidupan sehari-hari adalah sendok yang menjadi panas saat kita mengaduk teh. Panas ini merambat dari bagian sendok yang tercelup ke teh ke ujung sendok yang kita pegang.

Contoh soal
Sebuah batang logam yang memiliki panjang 3 meter dan luas penampang 0,5 m3 memiliki perbedaan temperatur antara kedua ujungnya sebesar 60 °C. Jika koefisien konduksi termal batang tersebut adalah 4 J/m s K, tentukan jumlah kalor yang merambat per satuan luas per satuan waktu.

Diketahui: L = 3 meter, A = 0,5 m3, ΔT = 60 °C = 60 K, K = 4 J/m s K

Dengan menggunakan persamaan konduksi:
Perpindahan Kalor

Perpindahan Kalor Secara Konveksi
Perambatan kalor yang disertai dengan perpindahan massa atau perpindahan partikel yang membawa kalor tersebut disebut dengan konveksi. Konveksi ini terjadi pada fluida, yaitu zat cair, gas, atau udara.

Konveksi ini dirumuskan dengan:
Perpindahan Kalor
dengan: H = jumlah kalor yang berpindah per satuan waktu, h = koefisien konveksi termal, A = luas penampang fluida, ΔT = perbedaan suhu fluida yang mengalir

Besarnya koefisien termal h ini bergantung dengan jenis fluida dan kedudukan geometrik fluida tersebut.

Contoh soal
Sebuah fluida yang memiliki luas penampang 40 cm2 dan memiliki koefisien konveksi termal 5 J/m s K mengalir dari satu dinding bersuhu 70 °C ke dinding lainnya yang bersuhu 30 °C. Berapakah kalor yang dirambatkan per satuan waktu?

Diketahui: h = 5 J/m s K, A = 40 cm2 = 4x10-3 m2, ΔT = 70-30 = 40 °C = 40K

Maka dengan menggunakan persamaan konveksi:
Perpindahan Kalor

Perpindahan Kalor Secara Radiasi
Perpindahan kalor yang tidak memerlukan medium perambatan disebut dengan radiasi. Contohnya adalah panas matahari yang sampai kepada kita di bumi ini. Semua benda selalu memancarkan energi radiasi dan jika telah mencapai kesetimbangan termal dengan lingkungannya benda ini tidak akan memancarkan radiasi lagi. Pada saat setimbang, energi yang dipancarkan sama dengan energi yang diserap.

Dari hasil percobaan Josef Stefan dan Ludwig Boltzmann ditemukan energi radiasi yang dipancarkan benda berbanding lurus dengan koefisien emisivitas dan temperatur mutlak benda tersebut. Dituliskan sebagai berikut:
Perpindahan Kalor
dengan W = energi yang dipancarkan benda per satuan luas per satuan waktu (watt/m2), e = koefisien emisivitas (0 < e < 1), sigma = konstanta Stefan-Boltzmann (5,672 x 10-8 watt/m2 K4), T = temperatur mutlak benda (K)